Kenapa kau selalu tahu?
Setiap kali aku menghilang, kau selalu bisa menemukanku. Dulu waktu kecil—saat kita bermain petak umpet, dengan mudah kau bisa menangkapku yang bersembunyi di bawah tangga. Dan selanjutnya, aku tak pernah bisa menang saat bermain petak umpet kalau kau juga ada di sana. Kau akan selalu bisa menemukanku.
Atau waktu kita mencari kucing tetangga yang hilang. Saat itu aku jatuh di got sampai tidak bisa keluar, kau bisa menemukanku. Sama sekali tak terkecoh oleh plang tanda bahaya yang disusun para pekerja konstruksi di sekitar got itu, kau bahkan tak peduli pada para pekerja yang berteriak kesal padamu—dan kau mengulurkan tanganmu untuk membantuku.
Lain kesempatan, saat kita pergi ke perayaan bersama ayah dan ibumu. Setelah menangkapkan 3 ikan koi untukku—sementara aku menangkap 5 untukmu (hei, Shinichi, akui saja aku lebih jago dalam hal seperti ini), aku yang pergi untuk beli arumanis terpisah dan tersesat. Waktu itu aku benar-benar takut sampai tidak bisa menikmati acara kembang api. Tepat sebelum aku terisak, di bawah bunga sakura yang baru saja selesai digunakan untuk hanami—kau mencengkram obiku lalu menyodorkan kira-kira 10 ikan koi dalam kantung plastik dan berkata dengan sombongnya:
"Lihat. Aku menangkap lebih banyak dibanding kau, Ran."
Setelahnya kita melihat pohon sakura yang indah itu bersama-sama. Satu hal yang kutahu, kau selalu bisa menemukanku, Shinichi.
Sejak kehilanganmu, aku berusaha jadi orang yang bertindak sebagai seeker—pencari. Bukan selalu jadi pihak yang dicari. Aku mencarimu, tapi kau berkali-kali lebih pintar dibanding diriku, karenanya aku selalu berakhir kalah dalam game hide and seek ini. Petak umpet yang diciptakan takdir untuk kita.
… aku belum pernah menang. Kau dan takdir seakan berafiliasi untuk membuat permainan ini ratusan kali lebih sukar untukku.
Sering aku berakhir dengan airmata karena kesal.
Sebenarnya kau bersembunyi di mana?
Tak hanya kau yang jenius sebagai seeker dalam permainan petak umpet. Conan-kun juga jenius. Jadi jangan angkat dagumu terlalu tinggi sambil mengklaim dirimu yang terbaik.
Dia menemukanku saat aku hampir mati kehabisan nafas waktu ada pembunuhan di sebuah villa. Aku yang ditenggelamkan berhasil selamat karenanya. Saat aku diculik, dia yang membebaskan tali pembebatnya dan mengajakku lari. Dan tak seperti dirimu, dia bukanlah seeker yang sombong. Kata-katanya menghangatkan tubuh dan hatiku setiap satu kasus selesai—seolah menjanjikan bahwa aku tak harus jadi pihak yang dicari lagi.
Betapapun miripnya dia dengan dirimu, kalian tetaplah berbeda.
Dan obsesiku adalah untuk mencarimu, bukan mencarinya. Menemukan Conan-kun adalah pekerjaan yang susah, tapi mencari dirimu bagaikan mencari jarum di tumpukan jerami.
Pada akhirnya akulah yang akan selalu dicari. Aku menyerah, Shinichi.
Kali ini aku mengharapkanmu datang dan menyelamatkanku. Kepalaku pusing. Aku tak bisa bergerak. Kalau mendengar suara-suara itu, sebentar lagi St. Aphrodite ini akan tenggelam.
Aku belum memberitahukan pada Grup Detektif Cilik bahwa aku sudah menemukan medalinya. Aku juga belum bertemu lagi denganmu. Aku enggan mati sekarang.
Tapi badanku tak mau kukomando.
"Shinichi… kau akan menemukanku, iya kan?" bahkan aku sendiri menyadari betapa lemah dan putus asanya bisikku. Memantul di dinding besi yang mengurungku.
Maka ketika seberkas sinar masuk, aku begitu lega. Kukira kau yang akan datang—sama seperti waktu kau menemukanku di bawah tangga saat dulu kita bermain petak umpet. Ternyata wajah Ayah… dan Conan-kun yang tersembul.
… ingat, jangan terlalu sering tersenyum sombong Shinichi. Memang benar bahwa kau dan takdir sudah membentuk tim petak umpet yang sempurna. Pandai lari dan melarikan diri. Pandai bersembunyi dan berbohong. Kau kira aku terima saja dibodohi? Sampai sekarang, ketika akhirnya kebenaran terungkap, ingin sekali aku berkata sombong padamu.
"Sekarang aku yang menemukanmu, Detektif, dan kau bersimbah darah. Menyedihkan sekali."
Tapi mulutku tak kuasa mengucapkannya. Lidahku segan melafalkannya. Hanya tangis yang kubiarkan bicara mewakili rasa kesalku. Kenapa selama ini kau harus berbohong?
"Ran…" suaramu membuyarkan lamunanku. Aku memandang wajahmu yang penuh torehan luka—serempetan peluru, darah yang memercik ke mana-mana. Mata birumu menyiratkan kepedihan dan rasa bertanggung jawab. "Kali ini, kau berhasil menemukanku."
Aku tak menyesal kenapa aku harus menemukanmu dalam keadaan begini—yang kusesalkan kenapa waktunya harus sekarang? Kenapa aku harus melihat bagaimana darah itu mengering perlahan sambil menunggu ambulans dan pihak kepolisian datang? Kenapa harus sekarang, setelah kau bertarung dengan organisasi itu, dan aku mendapati kau hampir sekarat? Kenapa harus kenyataan pahit yang bicara sewaktu akhirnya aku berhasil bertindak sebagai seeker?
Keadaan berubah, Shinichi. Ada saatnya mereka yang mencari menjadi mereka yang menemukan. Ada saatnya takdir mengkhianati perjanjiannya denganmu, dan aku akan jadi seeker dalam permainan ini.
Namun lihatlah. Indahnya akhir permainan ini.
Kau menemukanku di masa lalu.
Sementara aku menemukanmu di masa sekarang. Aku bersyukur betapa aku bisa bertahan di permainan ini dan tak terlambat ketika harus menemukanmu.
Akhir yang fair, iya kan?
"Kau masih melamunkan permainan petak umpet itu, yang kita mainkan hampir sepanjang hidup?" aku bisa merasakan bagaimana kau meletakkan dagumu di pundakku dan berbisik di telinga. Di belakang punggungmu ialah ruang makan yang bayangnya menarikku kembali ke kenyataan. Memutus ingatanku akan memori masa lalu. Permainan petak umpet yang kita mainkan selama hampir 20 tahun. Ya, perlu waktu sebegitu panjangnya sampai akhirnya the game is over. "Kenapa malam ini kita tak bermain saja?"
"Mou—" kudorong tubuhmu agar tak berlama-lama di sana. Makan malam takkan bisa cepat siap kalau kau terus-terusan mengganggu. "Jangan bercanda! Aku lelah bermain petak umpet terus!"
"Terserah kau sajalah—" Ups! Kau melingkarkan tanganmu di pinggangku, sementara aku dengan panik mencoba bertahan mengiris wortel.
Aku menyerah. Lagi. Tunduk di bawahmu, Meitantei-san. Tapi jangan pernah lupakan permainan itu dan hasil yang fair di akhir—kita seimbang. Pernah mencari dan dicari. Pernah menemukan dan ditemukan. Lalu jika kau bertanya mengapa semua itu bisa terjadi, aku akan dengan mudah menjawabnya.
Sebab hati dan cinta kita-lah yang akan menuntun.
Kau dan aku. Selamanya… di akhir petak umpet hasil kreasi Sang Takdir.
sumber
Categories:
Issue
Sabtu, 24 Juli 2010
Fanfic detective conan
Kenapa kau selalu tahu?
Setiap kali aku menghilang, kau selalu bisa menemukanku. Dulu waktu kecil—saat kita bermain petak umpet, dengan mudah kau bisa menangkapku yang bersembunyi di bawah tangga. Dan selanjutnya, aku tak pernah bisa menang saat bermain petak umpet kalau kau juga ada di sana. Kau akan selalu bisa menemukanku.
Atau waktu kita mencari kucing tetangga yang hilang. Saat itu aku jatuh di got sampai tidak bisa keluar, kau bisa menemukanku. Sama sekali tak terkecoh oleh plang tanda bahaya yang disusun para pekerja konstruksi di sekitar got itu, kau bahkan tak peduli pada para pekerja yang berteriak kesal padamu—dan kau mengulurkan tanganmu untuk membantuku.
Lain kesempatan, saat kita pergi ke perayaan bersama ayah dan ibumu. Setelah menangkapkan 3 ikan koi untukku—sementara aku menangkap 5 untukmu (hei, Shinichi, akui saja aku lebih jago dalam hal seperti ini), aku yang pergi untuk beli arumanis terpisah dan tersesat. Waktu itu aku benar-benar takut sampai tidak bisa menikmati acara kembang api. Tepat sebelum aku terisak, di bawah bunga sakura yang baru saja selesai digunakan untuk hanami—kau mencengkram obiku lalu menyodorkan kira-kira 10 ikan koi dalam kantung plastik dan berkata dengan sombongnya:
"Lihat. Aku menangkap lebih banyak dibanding kau, Ran."
Setelahnya kita melihat pohon sakura yang indah itu bersama-sama. Satu hal yang kutahu, kau selalu bisa menemukanku, Shinichi.
Sejak kehilanganmu, aku berusaha jadi orang yang bertindak sebagai seeker—pencari. Bukan selalu jadi pihak yang dicari. Aku mencarimu, tapi kau berkali-kali lebih pintar dibanding diriku, karenanya aku selalu berakhir kalah dalam game hide and seek ini. Petak umpet yang diciptakan takdir untuk kita.
… aku belum pernah menang. Kau dan takdir seakan berafiliasi untuk membuat permainan ini ratusan kali lebih sukar untukku.
Sering aku berakhir dengan airmata karena kesal.
Sebenarnya kau bersembunyi di mana?
Tak hanya kau yang jenius sebagai seeker dalam permainan petak umpet. Conan-kun juga jenius. Jadi jangan angkat dagumu terlalu tinggi sambil mengklaim dirimu yang terbaik.
Dia menemukanku saat aku hampir mati kehabisan nafas waktu ada pembunuhan di sebuah villa. Aku yang ditenggelamkan berhasil selamat karenanya. Saat aku diculik, dia yang membebaskan tali pembebatnya dan mengajakku lari. Dan tak seperti dirimu, dia bukanlah seeker yang sombong. Kata-katanya menghangatkan tubuh dan hatiku setiap satu kasus selesai—seolah menjanjikan bahwa aku tak harus jadi pihak yang dicari lagi.
Betapapun miripnya dia dengan dirimu, kalian tetaplah berbeda.
Dan obsesiku adalah untuk mencarimu, bukan mencarinya. Menemukan Conan-kun adalah pekerjaan yang susah, tapi mencari dirimu bagaikan mencari jarum di tumpukan jerami.
Pada akhirnya akulah yang akan selalu dicari. Aku menyerah, Shinichi.
Kali ini aku mengharapkanmu datang dan menyelamatkanku. Kepalaku pusing. Aku tak bisa bergerak. Kalau mendengar suara-suara itu, sebentar lagi St. Aphrodite ini akan tenggelam.
Aku belum memberitahukan pada Grup Detektif Cilik bahwa aku sudah menemukan medalinya. Aku juga belum bertemu lagi denganmu. Aku enggan mati sekarang.
Tapi badanku tak mau kukomando.
"Shinichi… kau akan menemukanku, iya kan?" bahkan aku sendiri menyadari betapa lemah dan putus asanya bisikku. Memantul di dinding besi yang mengurungku.
Maka ketika seberkas sinar masuk, aku begitu lega. Kukira kau yang akan datang—sama seperti waktu kau menemukanku di bawah tangga saat dulu kita bermain petak umpet. Ternyata wajah Ayah… dan Conan-kun yang tersembul.
… ingat, jangan terlalu sering tersenyum sombong Shinichi. Memang benar bahwa kau dan takdir sudah membentuk tim petak umpet yang sempurna. Pandai lari dan melarikan diri. Pandai bersembunyi dan berbohong. Kau kira aku terima saja dibodohi? Sampai sekarang, ketika akhirnya kebenaran terungkap, ingin sekali aku berkata sombong padamu.
"Sekarang aku yang menemukanmu, Detektif, dan kau bersimbah darah. Menyedihkan sekali."
Tapi mulutku tak kuasa mengucapkannya. Lidahku segan melafalkannya. Hanya tangis yang kubiarkan bicara mewakili rasa kesalku. Kenapa selama ini kau harus berbohong?
"Ran…" suaramu membuyarkan lamunanku. Aku memandang wajahmu yang penuh torehan luka—serempetan peluru, darah yang memercik ke mana-mana. Mata birumu menyiratkan kepedihan dan rasa bertanggung jawab. "Kali ini, kau berhasil menemukanku."
Aku tak menyesal kenapa aku harus menemukanmu dalam keadaan begini—yang kusesalkan kenapa waktunya harus sekarang? Kenapa aku harus melihat bagaimana darah itu mengering perlahan sambil menunggu ambulans dan pihak kepolisian datang? Kenapa harus sekarang, setelah kau bertarung dengan organisasi itu, dan aku mendapati kau hampir sekarat? Kenapa harus kenyataan pahit yang bicara sewaktu akhirnya aku berhasil bertindak sebagai seeker?
Keadaan berubah, Shinichi. Ada saatnya mereka yang mencari menjadi mereka yang menemukan. Ada saatnya takdir mengkhianati perjanjiannya denganmu, dan aku akan jadi seeker dalam permainan ini.
Namun lihatlah. Indahnya akhir permainan ini.
Kau menemukanku di masa lalu.
Sementara aku menemukanmu di masa sekarang. Aku bersyukur betapa aku bisa bertahan di permainan ini dan tak terlambat ketika harus menemukanmu.
Akhir yang fair, iya kan?
"Kau masih melamunkan permainan petak umpet itu, yang kita mainkan hampir sepanjang hidup?" aku bisa merasakan bagaimana kau meletakkan dagumu di pundakku dan berbisik di telinga. Di belakang punggungmu ialah ruang makan yang bayangnya menarikku kembali ke kenyataan. Memutus ingatanku akan memori masa lalu. Permainan petak umpet yang kita mainkan selama hampir 20 tahun. Ya, perlu waktu sebegitu panjangnya sampai akhirnya the game is over. "Kenapa malam ini kita tak bermain saja?"
"Mou—" kudorong tubuhmu agar tak berlama-lama di sana. Makan malam takkan bisa cepat siap kalau kau terus-terusan mengganggu. "Jangan bercanda! Aku lelah bermain petak umpet terus!"
"Terserah kau sajalah—" Ups! Kau melingkarkan tanganmu di pinggangku, sementara aku dengan panik mencoba bertahan mengiris wortel.
Aku menyerah. Lagi. Tunduk di bawahmu, Meitantei-san. Tapi jangan pernah lupakan permainan itu dan hasil yang fair di akhir—kita seimbang. Pernah mencari dan dicari. Pernah menemukan dan ditemukan. Lalu jika kau bertanya mengapa semua itu bisa terjadi, aku akan dengan mudah menjawabnya.
Sebab hati dan cinta kita-lah yang akan menuntun.
Kau dan aku. Selamanya… di akhir petak umpet hasil kreasi Sang Takdir.
sumber
Setiap kali aku menghilang, kau selalu bisa menemukanku. Dulu waktu kecil—saat kita bermain petak umpet, dengan mudah kau bisa menangkapku yang bersembunyi di bawah tangga. Dan selanjutnya, aku tak pernah bisa menang saat bermain petak umpet kalau kau juga ada di sana. Kau akan selalu bisa menemukanku.
Atau waktu kita mencari kucing tetangga yang hilang. Saat itu aku jatuh di got sampai tidak bisa keluar, kau bisa menemukanku. Sama sekali tak terkecoh oleh plang tanda bahaya yang disusun para pekerja konstruksi di sekitar got itu, kau bahkan tak peduli pada para pekerja yang berteriak kesal padamu—dan kau mengulurkan tanganmu untuk membantuku.
Lain kesempatan, saat kita pergi ke perayaan bersama ayah dan ibumu. Setelah menangkapkan 3 ikan koi untukku—sementara aku menangkap 5 untukmu (hei, Shinichi, akui saja aku lebih jago dalam hal seperti ini), aku yang pergi untuk beli arumanis terpisah dan tersesat. Waktu itu aku benar-benar takut sampai tidak bisa menikmati acara kembang api. Tepat sebelum aku terisak, di bawah bunga sakura yang baru saja selesai digunakan untuk hanami—kau mencengkram obiku lalu menyodorkan kira-kira 10 ikan koi dalam kantung plastik dan berkata dengan sombongnya:
"Lihat. Aku menangkap lebih banyak dibanding kau, Ran."
Setelahnya kita melihat pohon sakura yang indah itu bersama-sama. Satu hal yang kutahu, kau selalu bisa menemukanku, Shinichi.
Sejak kehilanganmu, aku berusaha jadi orang yang bertindak sebagai seeker—pencari. Bukan selalu jadi pihak yang dicari. Aku mencarimu, tapi kau berkali-kali lebih pintar dibanding diriku, karenanya aku selalu berakhir kalah dalam game hide and seek ini. Petak umpet yang diciptakan takdir untuk kita.
… aku belum pernah menang. Kau dan takdir seakan berafiliasi untuk membuat permainan ini ratusan kali lebih sukar untukku.
Sering aku berakhir dengan airmata karena kesal.
Sebenarnya kau bersembunyi di mana?
Tak hanya kau yang jenius sebagai seeker dalam permainan petak umpet. Conan-kun juga jenius. Jadi jangan angkat dagumu terlalu tinggi sambil mengklaim dirimu yang terbaik.
Dia menemukanku saat aku hampir mati kehabisan nafas waktu ada pembunuhan di sebuah villa. Aku yang ditenggelamkan berhasil selamat karenanya. Saat aku diculik, dia yang membebaskan tali pembebatnya dan mengajakku lari. Dan tak seperti dirimu, dia bukanlah seeker yang sombong. Kata-katanya menghangatkan tubuh dan hatiku setiap satu kasus selesai—seolah menjanjikan bahwa aku tak harus jadi pihak yang dicari lagi.
Betapapun miripnya dia dengan dirimu, kalian tetaplah berbeda.
Dan obsesiku adalah untuk mencarimu, bukan mencarinya. Menemukan Conan-kun adalah pekerjaan yang susah, tapi mencari dirimu bagaikan mencari jarum di tumpukan jerami.
Pada akhirnya akulah yang akan selalu dicari. Aku menyerah, Shinichi.
Kali ini aku mengharapkanmu datang dan menyelamatkanku. Kepalaku pusing. Aku tak bisa bergerak. Kalau mendengar suara-suara itu, sebentar lagi St. Aphrodite ini akan tenggelam.
Aku belum memberitahukan pada Grup Detektif Cilik bahwa aku sudah menemukan medalinya. Aku juga belum bertemu lagi denganmu. Aku enggan mati sekarang.
Tapi badanku tak mau kukomando.
"Shinichi… kau akan menemukanku, iya kan?" bahkan aku sendiri menyadari betapa lemah dan putus asanya bisikku. Memantul di dinding besi yang mengurungku.
Maka ketika seberkas sinar masuk, aku begitu lega. Kukira kau yang akan datang—sama seperti waktu kau menemukanku di bawah tangga saat dulu kita bermain petak umpet. Ternyata wajah Ayah… dan Conan-kun yang tersembul.
… ingat, jangan terlalu sering tersenyum sombong Shinichi. Memang benar bahwa kau dan takdir sudah membentuk tim petak umpet yang sempurna. Pandai lari dan melarikan diri. Pandai bersembunyi dan berbohong. Kau kira aku terima saja dibodohi? Sampai sekarang, ketika akhirnya kebenaran terungkap, ingin sekali aku berkata sombong padamu.
"Sekarang aku yang menemukanmu, Detektif, dan kau bersimbah darah. Menyedihkan sekali."
Tapi mulutku tak kuasa mengucapkannya. Lidahku segan melafalkannya. Hanya tangis yang kubiarkan bicara mewakili rasa kesalku. Kenapa selama ini kau harus berbohong?
"Ran…" suaramu membuyarkan lamunanku. Aku memandang wajahmu yang penuh torehan luka—serempetan peluru, darah yang memercik ke mana-mana. Mata birumu menyiratkan kepedihan dan rasa bertanggung jawab. "Kali ini, kau berhasil menemukanku."
Aku tak menyesal kenapa aku harus menemukanmu dalam keadaan begini—yang kusesalkan kenapa waktunya harus sekarang? Kenapa aku harus melihat bagaimana darah itu mengering perlahan sambil menunggu ambulans dan pihak kepolisian datang? Kenapa harus sekarang, setelah kau bertarung dengan organisasi itu, dan aku mendapati kau hampir sekarat? Kenapa harus kenyataan pahit yang bicara sewaktu akhirnya aku berhasil bertindak sebagai seeker?
Keadaan berubah, Shinichi. Ada saatnya mereka yang mencari menjadi mereka yang menemukan. Ada saatnya takdir mengkhianati perjanjiannya denganmu, dan aku akan jadi seeker dalam permainan ini.
Namun lihatlah. Indahnya akhir permainan ini.
Kau menemukanku di masa lalu.
Sementara aku menemukanmu di masa sekarang. Aku bersyukur betapa aku bisa bertahan di permainan ini dan tak terlambat ketika harus menemukanmu.
Akhir yang fair, iya kan?
"Kau masih melamunkan permainan petak umpet itu, yang kita mainkan hampir sepanjang hidup?" aku bisa merasakan bagaimana kau meletakkan dagumu di pundakku dan berbisik di telinga. Di belakang punggungmu ialah ruang makan yang bayangnya menarikku kembali ke kenyataan. Memutus ingatanku akan memori masa lalu. Permainan petak umpet yang kita mainkan selama hampir 20 tahun. Ya, perlu waktu sebegitu panjangnya sampai akhirnya the game is over. "Kenapa malam ini kita tak bermain saja?"
"Mou—" kudorong tubuhmu agar tak berlama-lama di sana. Makan malam takkan bisa cepat siap kalau kau terus-terusan mengganggu. "Jangan bercanda! Aku lelah bermain petak umpet terus!"
"Terserah kau sajalah—" Ups! Kau melingkarkan tanganmu di pinggangku, sementara aku dengan panik mencoba bertahan mengiris wortel.
Aku menyerah. Lagi. Tunduk di bawahmu, Meitantei-san. Tapi jangan pernah lupakan permainan itu dan hasil yang fair di akhir—kita seimbang. Pernah mencari dan dicari. Pernah menemukan dan ditemukan. Lalu jika kau bertanya mengapa semua itu bisa terjadi, aku akan dengan mudah menjawabnya.
Sebab hati dan cinta kita-lah yang akan menuntun.
Kau dan aku. Selamanya… di akhir petak umpet hasil kreasi Sang Takdir.
sumber
1 komentar:
- Anonim5 Juli 2013 pukul 13.56
SUMPAH KEREN BANGEEEEEEEEETTT! Sedih, jadi terharu :') ayo bikin cerita lagi!!! Ditunggu cerita menyentuh hatinya :') hiks
BalasHapus
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
SUMPAH KEREN BANGEEEEEEEEETTT! Sedih, jadi terharu :') ayo bikin cerita lagi!!! Ditunggu cerita menyentuh hatinya :') hiks